Genjot Terus.. | cerita sex hot

Cerita Sex Hot | Saya mempunyai kisah seks yang terjadi di tahun 2013 saat itu saya adalah penjual alat alat medis
untuk keperluan rumah sakit. Awalnya saat ada pegawai baruku yang mendaftar sebagai karyawan namanya
Fanny dia sangat supel dan ceria dia memiliki kesabaran yang sangat tapi matanya yang agak nakal.

“Biarin” pikir saya, selama dia mampu menjualkan alat-alat medis perusahaan, dia tetap layak
dipertahankan sebagai karyawan marketing yang digaji dengan baik.

Walaupun kadang melihat Fanny pengin banget ngerasain tubuhnya. tetapi saya tidak mau terlibat cinta
dengan karyawati saya, apalagi Making Love, walaupun saya sendiri belum menikah, wibawa saya sebagai
boss bisa luntur jadi bubur.

Alkisah saya memesan alat USG dua minggu yang lalu, dan kini tibalah barang pesanan senilai 450 juta
tersebut dihadapan saya. USG (Ultra Sonografi) 3 dimensi berwarna. Fanny tentu saja ikut terlibat
dalam transaksi ini.

Siang itu setelah Fanny menjemput barang pesanan tersebut dari jasa courier, sekarang dua wujud
menakjubkan itu ada di depan saya. Yang satu Fanny yang lain CKD-USG yang sangat istimewa itu.
Kenapa istimewa, karena kalau untuk USG bayi dalam kandungan, wajah bayi pun bisa nampak seperti foto,
juga untuk USG alat-alat dalam yang lain, baik itu ginjal, jantung, pembuluh darah yang besar, maupun
ovarium dari seorang wanita.

Sempat saya telpon kepada Rumah Sakit pemesan bahwa barang pesanan mereka sudah datang, karena
Direktur Medis sudah pulang. Saya telpon ke rumah beliau, dan beliau perintahkan untuk melakukan
pengiriman barang jam 8 pagi besok di Rumah Sakit tempat beliau bekerja. Sambil dia pesan, agar barang
yang diterima harus sudah siap dipakai dan dioperasikan.

“Mati !’ pikir saya, karena itu artinya hari ini juga saya harus merakitnya, karena alat medis
elektronik yang mahal seperti ini, semua komponen dalam bentuk lepas (CKD = Completely Knock Down).

Akhirnya setelah menerima “perintah” dari pembeli, saya panggil bagian service yang Insinyur Elektro
untuk mulai merangkai USG ini. Mulai sore tersebut, akhirnya dengan berdebar-debar, selesailah semua
jam 12 malam.

Fanny tentu saja tidak boleh pulang hingga malam tersebut, karena sebagai bagian Marketing diapun akan
mendapat share keuntungan 5 % dari nilai transaksi ini. Selain melayani kami dengan membuatkan kopi.

Pak Sabastian, 10 tahun lebih tua dari saya yang merakit alat ini sudah nampak kelelahan dan ikut
tegang ketika saya mulai menancapkan kabel listrik. “ON”…hiduplah alat mahal ini, kami bertiga
termangu-mangu didepan alat ini, selain ini untuk pertama kalinya juga perusahaan kami mendapat
pesanan alat ini, juga pertama kali Pak Sebastian merakit.

Tinggal kami bertiga di ruang elektrik perusahaan, semua karyawan tentu sudah pulang dan terlelap
dirumah masing-masing.

Kami bertiga takjub memandangi alat yang sudah hidup tersebut, nampaknya tidak ada trouble sedikitpun,
“Ayo kita coba, kita hanya punya waktu 7 jam sebelum menyerahkan barang ini” suara saya memecah
keheningan

“Saya, Pak !” Pak Sebastian langsung menyahut, selain dia sudah hapal alat-alat medis kedokteran, dia
juga tahu kecanggihan alat ini dan pemeriksaan yang berharga 500.000 untuk setiap kali total USG
seluruh tubuh.

Dengan bersemangat Pak Sebastian melepas bajunya dan tidur dimeja kerja bagian elektronik yang
sebenarnya meja ping-pong..Mulailah saya jadi ahli USG dadakan, berbekal buku manual dan seingat-
ingatnya pelajaran Anatomi, saya mulai memeriksanya dengan memberinya lubricant / pelincir agar prop
USG yang besar ini bisa digeser dengan mudah di badan pak Sebastian.

Dari Jantung, Lambung, Kantong Empedu, Pembuluh Darah dan Ginjal.Luar Biasa !, dari layar nampak
persis seperti mata saya ada didalam badan Pak Sebastian. Saya dan Fanny tertawa ketika nampak adanya
batu kecil di Ginjal sebelah kiri Pak Sebastian, Pak Sebastian langsung meringis kawatir.

“Tenang saja Pak, masih kecil sekali, pakai obatpun saya harapkan bisa hilang”.

“Saya gantian, Pak” Fanny ikut-ikutan muncul suaranya setelah takjub melihat percobaan saya pada pak
Sebastian.

Saya mendadak bengong, selain ruang yang penuh dengan alat elektronik dan hanya ada meja pingpong ini,
hanya ada Saya, Fanny dan Pak Sebastian.

Saya memandang Pak Sebastian, nampaknya dia mengerti kejengahan saya,

“Iya, pak dicoba saja pada Fanny, sekalian untuk dicoba untuk melihat telur dan rahim”,

“Tapi.”kata saya.

“Sudahlah pak,

dicoba daripada nanti kita diklaim nanti saya yang repot” dia menyahu

“Cobalah Pak, tidak usah sungkan, biar saya pamit pulang dulu” Pak Sebastian matanya nampak serius,
tapi nampak diujung bibirnya senyum kecil, pengertian sekaligus menantang saya untuk “memeriksa”

Fanny. “Pamit Pak !, saya pulang dulu”

Langsung dia ngeloyor pergi, mungkin kelelahan, mungkin tidak ingin mengganggu “acara” saya dengan
Fanny.

Setelah Pak Sebastian tidak lagi di ruang, tinggal saya bersama Fanny,

“Jadi, Pak ?” suara Fanny kembali muncul, saya hanya bisa mengangguk-angguk

‘Ya, silahkan”.

Tanpa ragu sedikitpun Fanny melepas kancing bajunya dan membaringkan diri di meja pingpong, nampak BH
Krem dan sebagian payudara yang menyembul, kulit yang putih dan sangat bersih. Aduh…”My Dick” mendadak
bangkit ditengah malam !.

Mulailah saya memberikan pelincir di perutnya yang putih dan kencang, “Hi-hi-hi, dingin, pak”. ketika
pelincir menetes diperutnya. Saya periksa lambung dan ginjalnya, normal semuanya. Saya tidak berani
memeriksanya lebih lanjut.

“Pak, sekalian yang lain, mumpung gratis”.

Saya mulai menggerakkan prop USG ke bagian tubuh atasnya, karena BHnya masih ditempat tentu saja saya
tidak bisa mengarahkan prop tepat ke Jantungnya

“Fanny, eh.eh.”.

”Oh, ini Pak” Sambil memegang BHnya ” Sebentar, Pak” dengan gaya akrobat seorang wanita, BH Fanny
sudah terlepas.

Nampak payudara yang sangat indah di depan saya , puting yang kencang dan bagus , payudaranya walaupun
tidak besar akan tetapi kencang, nampak kenyal dan sangat proporsional kiri dan kanan. Saya mulai
mengarahkan prop USG ke arah Jantungnya dengan menggesernya dari daerah perut.

Nampaknya Fanny menikmati geseran prop USG tersebut, kedua putingnya nampak mengeras menjulang. Lebih
gila lagi malahan sekarang dia menutup kedua matanya, sambil berdesis pelan. Saya arahkan prop USG
tepat di jantungnya, dengan pembesaran 200 X, saya mulai “membaca” ruang-ruang jantungnya.

Karena saya mencoba menelusuri bagian kiri dan kanan jantung, tentu saja saya harus berulang-ulang
menggeser prop USG, sambil mengatakan padanya apa yang saya baca dari layar monitor. Tak pernah
sekejappun Fanny membuka kedua matanya, sambil terus berdesis-desis pelan.

“My Dick” sudah tidak tahan lagi, lihat keadaan seperti ini. Saat tangan kanan saya memegang dan
menggeser prop USG, entah dari mana mendadak refleks tangan kiri meremas payudara kanan Fanny.

Saya remas-remas dan memain-mainkan pelan payudaranya. Desis Fanny makin jelas kentara,

“Terus.Pak”…”Terus Pak” Fanny berbisik

”Mana tahan” pikir saya.

Sudah tidak ingat lagi antara boss dan karyawatinya. Saya letakkan prop USG tersebut, sekarang yang
memeriksa jantungnya adalah tangan kanan saya di payudara kirinya. Saya isap-isap dan gigit-gigit
pelan payudaranya. “Enak Pak.terus.terus” sambil tetap terus menutup mata.

Saya jilat-jilat dan ciumi perutnya, tangan kanan saya sekarang sudah berpindah ke arah
selangkangannya yang masih terbalut rapi dengan rok. Saya elus-elus dengan halus selangkangannya,
terasa lembab. “Eh.eh..eh.enak pak”

Saya masukkan tangan saya kedalam roknya, teraba CD-nya, basah nian, kakinyapun tidak lagi sejajar
seperti tadi, sekarang kakinya mementang lebar-lebar memberi kesempatan tangan saya untuk
mengeksplorasi selangkangannya lebih lanjut.

Saya tarik tepi CDnya, teraba vulvanya yang sudah basah, saya gosok pelan-pelan bibir dalam vaginanya.
Lendir vaginanya mempermudah saya untuk menggosok-gosok jari tengah saya ke vaginanya, juga
kelentitnya. “Ekh..ekh..ekh”..makin keras suara Fanny.

“Sebentar yaa”..mendadak saya bangkit, saya segera matikan USG dan lampu ruang elektronik yang terang
benderang itu dengan segera. Saya lepas segera semua baju yang saya kenakan juga CD saya. Saya sudah
tidak sabar lagi.

Fannypun juga tidak mau kalah, tanpa diperintahkan, langsung dia lepas semua baju, rok, dan CDnya.
Dari remang-remang penerangan dari ruang sebelah sekarang nampaklah Fanny yang telanjang bulat dan
menakjubkan. Bukit kewanitaannya dipayungi oleh rambut yang lebat,

“Pantas, alisnyapun lebat” pikir saya. Kini saya langsung mengarahkan mulut saya ke vaginanya, karena
lebatnya “hutan” kewanitaannya, saya terpaksa menggunakan kedua tangan saya untuk menyibak “hutan”nya.
Gantian sekarang malah Fanny yang mengelus-ngelus dan memilin-milin payudaranya sendiri.

Memeknya berbau khas yang agak keras dan berasa asin, seperti keju belanda. Maklumlah, kami berdua
tidak sempat mandi sejak pagi hari tadi. Tapi sudahlah mulut saya sudah dalam posisi itu. Saya jilat-
jilat kelentitnya dan naik turun di bibir dalam vaginanya naik – turun.

“Pak, masukin.pak” Fanny memohon. Tanpa perintah kedua, saya berdiri. Saya tarik tubuh Fanny ketepi
meja pingpong, segera saya masukkan “tongkat naga” saya ke vaginanya.

“Bless…” tanpa kesulitan saya masukkan

“My Dick” saya, karena lendir di vagina Fanny sudah membanjir, selain posisi saya yang berdiri
mempermudah hal itu. Saya pegang pinggulnya, saya tarik dan dorong tubuh Fanny, sesuai dengan arah
laju pinggul saya yang maju mundur.

“Ekh..ekh..ekh”.terus menerus suara Fanny terdengar keenakan. Setelah 10 menit mendadak tangan Fanny
memegang sangat keras kedua tangan saya yang sedang memegang pinggulnya ‘Maaasssss..” Fanny menjerit
tertahan…pada saat yang bersamaan, vagina Fanny berdenyut-denyut keras

“My Dick” saya yang didalamnya seperti diremas-remas dengan lembut oleh vaginanya. Fanny orgasme
hebat, pantatnya tidak lagi terletak dimeja pingpong tapi terangkat keras keatas. Rupanya dia sedang
menikmati semaksimalnya orgasme dan keheningan sesaat yang timbul pada dirinya.

Setelah dia agak tenang, saya baru kembali memompanya, terasa agak kering sekarang vaginanya, habis
lendirnya

“Sakit, mas..sakit, mas” dia mengeluh.

“Tanggung” pikir saya. Segera saya ambil pelincir USG yang tergeletak dekat kami, saya olesi kepala
“My Dick” saya dan juga vagina Fanny, segera saya masukkan kembali “My Dick” saya kedalam vaginanya,
sekarang kembali licin seperti semula.

“Terus. mas, enak”…saya tetap dalam posisi semula, sekarang dengan bekal sedikit pelincir diibu jari
saya, saya bantu Fanny dengan menggosok-gosok kelentitnya. Kali ini, sungguh sulit saya orgasme,
konsentrasi saya buyar total, setelah Fanny memanggil saya dengan sebutan “Mas”, aduh saya ini boss-
nya.

Tapi “what the hell, what will be, will be”. Kembali saya berusaha konsentrasi untuk mengeluarkan
semua isi “My Dick” saya. Rupa-rupanya “perkosaan” saya dengan ibu jari kanan saya memakai pelincir di
kelentitnya mengundang kembali orgasme Fanny. Sedangkan otak saya masih berperang antara “Mas dan
Pak”.

“Tahan mas.tahan.saya mau keluar lagi”..dalam hitungan menit muncullah “Maaasss.masss..masss.” dan
remasan lembut vagina Fanny yang berdenyut-denyut di “My Dick” saya. Fanny orgasme untuk kedua
kalinya, tetapi tidak sehebat yang pertama, tangannya meremas keras tangan kiri saya,

sedangkan tangan kanan saya masih aktif di kelentitnya. “Rugi, kalau saya tidak orgasme” pikir saya.
Segera gantian saya menutup mata, konsentrasi penuh membayangkan vaginanya Sharon Stone. Saya percepat
pompaan saya di selangkangannya.

“Akkkkhhhhhhhhhhh..” saya mendengus panjang, saya keluarkan semua isi “My Dick” saya kevaginanya, dan
saya tanamkan sedalam-dalamnya “tongkat naga” saya..saya orgasme.
Saya tergeletak disamping Fanny, dua manusia telanjang bulat dengan vagina dan “My Dick” yang
berleleran sperma.

Fanny memeluk saya , dijilat-jilat pelan telinga saya “Maaf ya mas, sejak tadi malam memang saya lagi
“kepengin”” Fanny berbisik. “Puas mas ?, saya puas sekali”. Saya mengangguk.

“Ayo kita pulang” saya mengingatkan, jam sudah menunjukkan jam 2 malam. Segera kami berdiri dan
merapikan baju, Fanny kekamar mandi membersihkan sisa-sisa sperma yang berleleran di vaginanya.

Saya sekarang sendirian di ruang elektronik, lampu sudah saya hidupkan kembali, sambil merokok dan
menunggu Fanny kembali ke ruang ini, saya termangu-mangu. “Aduh, sekarang dia panggil saya Mas,
padahal saya bossnya, belum lagi kalau dia hamil”.,,,,,,,,,,,,,,,,,

Related posts